Indonesia merupakan negara rawan bencana. Banyaknya tim tim medis dari berbagai pihak yang terjun di kancah penanggulangan bencana baik di Indonesia ataupun luar negeri menimbulkan perbincangan dan perdebatan perlunya pembentukkan EMT (Emergency Medical Team) di Indonesia. Maka upaya penyusunan regulasi mengenai EMT ini dilakukan terutama oleh kementerian kesehatan ataupun organisasi profesi dokter. Penulis mengikuti beberapa kali proses rapat-rapat tersebut

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Relawan MER-C saat turun misi kemanusiaan gempa Majene - Mamuju, Sulbar, Januari 2021

EMT atau Emergency Medical Team adalah tim medis darurat atau emergency yang diturunkan untuk membantu menangani korban di lokasi bencana. Saat ini Indonesia sedang berupaya membentuk EMT baik pada level lokal, nasional, bahkan untuk meregistrasi ke level internasional.  Pertanyaannya : Perlukah Indonesia membentuk EMT mulai dari level daerah atau wilayah hingga level nasional ?

Kalau kita lihat sejarah awal mula EMT ini sebenarnya berasal dari FMT (Foreign Medical Team) yang diperkenalkan oleh WHO untuk membantu "negara ketiga" yang belum mempunyai sistem penanggulangan bencana yang baik di negaranya. Misalnya untuk membantu korban gempa Haiti 2010 dan gempa Nepal tahun 2015 yang memakan banyak korban meninggal dan cedera. Kala itu WHO berupaya "meregistrasi tim medis asing" yang masuk ke wilayah bencana tersebut. Sehingga pada akhirnya WHO memperkenalkan istilah FMT atau Foreign Medical Team yang berikutnya berkembang menjadi EMT atau Emergency Medical Team yang juga disertai dengan  klasifikasi EMT.

Namun di Indonesia EMT akan dibuat untuk kepentingan baik domestik dan internasional sebagai upaya membuat sistem penanggulangan bencana. Apakah hal ini cocok? Kalau kita tanya negara Jepang apakah mereka punya EMT domestik? Tentu sistem penanggulangan di Jepang sudah tertata sedemikian rupa dengan sistem regional bukan dengan membangun EMT. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah lebih baik membangun EMT atau membangun sistem  penanggulangan bencana yang sistematis dengan memperkuat sumber daya wilayah?

Namun pada akhirnya EMT lah yang dipilih sebagai solusi penanggulangan bencana . Dibuatlah EMT dengan berbagai klasifikasinya antara lain ; EMT tipe mobile, EMT tipe fixed dan EMT spesialisasi. Kemudian nantinya para EMT ini akan berkoordinasi dengan EMT-CC atau EMT Command Center. Pedebatan berikutnya adalah ; siapakah yang membentuk EMT ini? Apakah organisasi profesi apakah itu IDI dan PPNI, ataukah Universitas, LSM, ataukah rumah sakit yang mempunyai sumber daya lengkap? Semua pihak berlomba lomba ingin membentuk EMT, mulai dari organisasi profesi dokter umum, dokter spesialis, dinas kesehatan, lembaga sosial, universitas hingga rumah sakit. Menurut pendapat penulis yang membentuk EMT harusnya oleh rumah sakit atau pihak2 yang mempunyai SDM yang lengkap dan adekuat. Sementara itu organisasi profesi bisa berperan sebagai men-support tenaga dokter ahli atau perawat saja tak perlu buat EMT sendiri, karena sejatinya EMT tidak hanya terdiri dari dokter, namun juga perawat, farmasi, kesehatan masyarakat dan lain lain.

Padahal di lapangan EMT - EMT yg tidak lengkap ini sering kali kesulitan dalam bekerja sendiri dan pada akhir bergabung dengan tim-tim lainnya. Fenomena lainnya adalah pihak pihak yang membentuk EMT ini juga berupaya meregistrasi EMT nya baik pada level nasional dan internasional. Untuk level internasional WHO sebagai lembaga yg memberikan lisensi suatu EMT boleh atau tidaknya masuk ke suatu daerah bencana berdasarkan kualifikasi yang dibuat oleh WHO. Padahal kenyataan di area bencana apalagi di area konflik dan peperangan seperti Palestina, Rohingya Myanmar dan Afghanistan, WHO itu sendiri belum tentu diberikan izin oleh negara-negara tersebut untuk masuk, karena sejatinya "kebijakan atau kearifan lokal" negara yang mengalami bencana itu sendiri yang punya wewenang mengizinkan suatu EMT memasuki wilayahnya. Jadi sebenarnya registrasi internasional belum tentu berguna. Bahkan bisa jadi EMT yang belum teregistrasi internasional oleh WHO bisa diizinkan masuk seperti ke Gaza - Palestina atau Rohingya karena upaya diplomasi yang dilakukan. Sementara itu registrasi nasional belum ada lembaga yang dapat atau mempunyai kapabilitas melakukan registrasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Relawan MER-C saat turun misi kemanusiaan gempa Lombok, NTB, September 2018


Regulasi lain yang dibuat, misalnya untuk sukarelawan medis yang berangkat ke lapangan disyaratkan adanya SIP (Surat Izin Praktek) sementara untuk layanan medis di dalam ambulans tidak perlu SIP. Sejatinya SIP itu terkait TEMPAT dan WAKTU. Artinya kalau anda punya SIP di suatu tempat belum tentu bisa praktek di tempat lain, apalagi di daerah bencana. Jadi tidak mungkin SIP disyaratkan pada tenaga kesehatan yang ingin berangkat ke daerah bencana. Kontradiktif dengan layanan ambulan yang sejatinya harus memiliki SIP karena ada unsur standard layanan medik, namun malah tidak disyaratkan. Akibatnya ranah ambulans ini bukan menjadi ranah medis tapi ranah sosial. Kalau kita lihat di luar negeri memang tidak pernah ada tenaga kesehatan yang diminta SIP-nya ketika terjun membantu, tetapi biasanya STR (Surat Tanda Registrasi) saja yang menyatakan bahwa ybs adalah benar benar mempunyai kualifikasi yang sesuai.

Penulis khawatir distorsi regulasi dalam pembentukkan EMT sebagai salah satu sistem penanggulangan bencana di Indonesia ini menjadi fenomena kontradiktif dan paradoksal ditengah upaya membangun animo partisipatif masyarakat dalam penanggulangan bencana. Masyarakat akan merasa "tersekat" dan tidak bisa turun membantu tanpa bergabung dan registrasi EMT. Sementara di sisi lain bencana ini sangat tidak bisa diprediksi baik skala ataupun kerusakan yang ditimbulkan serta memerlukan respon yang cepat ketimbang memperhatikan kualifikasi EMT yang akan membantu.

Mudah-mudahan para eksekutif pemerintah bisa membaca tulisan ini dan merenungkan yang terbaik bagi bangsa ini.


Salam Kebencanaan & Kemanusiaan,

Dr. Yogi Prabowo, SpOT(K)
Pendiri dan Relawan MER-C

Dukung Sosial Media Kami

Langganan Info & Berita MER-C